MASYARAKAT MULTICULTURAL
PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
OLEH :
NAMA : MOHAMAD AGUS
NIM : 2015913
SEMESTER : I ( 2013 / 2014 )
PROGRAM STUDY : ILMU KOMUNIKASI
JENJANG : SARJANA ( S 1 )
SEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PAHLAWAN 12 BANGKA
2014
MASYARAKAT BANGKA BELITUNG
Provinsi Kepulauan Bangka belitung
Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terdiri dari dua pulau besar yaitu Pulau Bangka dan Pulau Belitung serta pulau-pulau kecil. Sebelum Kapitulasi Tutang Pulau Bangka dan Pulau Belitung merupakan daerah taklukan dari Kerajaan Sriwijaya, Majapahit dan Mataram. Setelah itu, Bangka Belitung menjadi daerah jajahan Inggris dan kemudian dilaksanakan serah terima kepada pemerintah Belanda yang diadakan di Muntok pada tanggal 10 Desember 1816. Pada masa penjajahan Belanda, terjadilah perlawanan yang tiada henti-hentinya yang dilakukan oleh Depati Barin kemudian dilanjutkan oleh puteranya yang bernama Depati Amir dan berakhir dengan pengasingan ke Kupang, Nusa Tenggara Timur oleh Pemerintahan Belanda. Selama masa penjajahan tersebut banyak sekali kekayaan yang berada di pulau ini diambil oleh penjajah.
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ditetapkan sebagai provinsi ke-31 oleh Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang No. 27 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang sebelumnya merupakan bagian dari Provinsi Sumatera Selatan. Ibukota provinsi ini adalah Pangkalpinang.
Geografis
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terletak pada 104°50’ sampai 109°30’ Bujur Timur dan 0°50’ sampai 4°10’ Lintang Selatan, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
• Di sebelah Barat dengan Selat Bangka
• Di sebelah Timur dengan Selat Karimata
• Di sebelah Utara dengan Laut Natuna
• Di sebelah Selatan dengan Laut Jawa
Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terbagi menjadi wilayah daratan dan wilayah laut dengan total luas wilayah mencapai 81.725,14 km2. Luas daratan lebih kurang 16.424,14 km2 atau 20,10 persen dari total wilayah dan luas laut kurang lebih 65.301 km2 atau 79,90 persen dari total wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Wilayah Administrasi
Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung secara administratif terbagi dalam 6 kabupaten dan 1 kota yaitu Kabupaten Bangka (2.950,68 km2), Kabupaten Bangka Barat (2.820,61 km2), Kabupaten Bangka Tengah (2.155,77 km2), Kabupaten Bangka Selatan (3.607,08 km2), Kabupaten Belitung (2.293,69 km2), Kabupaten Belitung Timur (2.506,91 km2), dan Kota Pangkalpinang (89,40 km2).
Untuk mengefektifkan dan memperlancar penyelenggaraan pemerintahan tiap-tiap kabupaten /kota secara administratif dibagi ke dalam kecamatan, desa, dan kelurahan. Jumlah kecamatan sebanyak 36, jumlah desa sebanyak 267 dan jumlah kelurahan sebanyak 54.
Pulau Bangka Belitung merupakan wilayah perairan. Sedangkan sisanya adalah daratan yang terdiri dari pulau-pulau kecil, dimana termasuk didalamnya dua pulau besar yaitu Bangka dan Belitung. Kondisi ini menjadikan basis kepariwisataan provinsi ini adalah wisata bahari. Dengan kekayaan bawah lautnya dan pantai-pantai yang berpasir putih, ditambah dengan ornamen-ornamen batu granit yang besar dan kehidupan masyarakat pantai yang sangat kental dengan budaya masyarakat lautnya. Karakter masyarakatnya adalah masyarakat melayu pesisir yang didalamnya banyak terjadi percampuran budaya dengan komposisi masyarakat yang sangat heterogen dan merupakan masyarakat yang terbuka. Etnis Cina merupakan salah satu etnis yang mempunyai historis tersendiri di daerah ini karena selain merupakan masyarakat mayoritas kedua, juga membentuk karakter budaya tersendiri di Kepulauan Bangka Belitung. Etnis ini datang pada saat kesultanan Johor singgah di pulau Bangka untuk melanjutkan perjalanan menuju Kesultanan Palembang. Kesultanan Johor tersebut mengetahui kalau tanah di pulau Bangka mengandung biji timah maka di datangkanlah pekerja dari daratan cina.
Sekarang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sudah didiami oleh berbagai macam suku, mulai dari suku jawa, sunda, bugis, padang, dan suku lainnya.
Suku Jawa yang ada di Bangka Belitung berasal dari di Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur. Budaya Jawa mengutamakan keseimbangan, keselarasan dan keserasian dalam kehidupan sehari hari. Sebagian besar mereka membuat perkampungan yang biasa dinamakan “kampung Jawa”. Mereka juga terdapat di daerah pedesaan Bangka dan Belitung.
Etnis Sunda
Hubungan antara manusia dengan sesama manusia dalam masyarakat Sunda pada dasarnya harus dilandasi oleh sikap “silih asih, silih asah, dan silih asuh”, artinya harus saling mengasihi, saling mengasah atau mengajari, dan saling mengasuh sehingga tercipta suasana kehidupan masyarakat yang diwarnai keakraban, kerukunan, kedamaian, ketentraman, dan kekeluargaan.
Dalam percakapan sehari-hari, etnis Sunda banyak menggunakan bahasa Indonesia dengan logat Sunda yang sangat kental, dan yang sudah lama menetap di Bangka menggunakan bahasa Bangka namun dengan logat Sunda yang tetap dikenal. Orang Sunda mengutamakan tinggal di perkotaan, seperti di pusat kota Pangkal pinang dan Sungailiat.
Orang Minangkabau
Mengapa orang minang relatif aman di daerah orang, merantau jauh dari asalnya, hampir seluruh dunia, ada yang pulang dan menetap. Pada masa presiden soekarno, orang minang banyak di kirim ke luar negeri untuk memperkenalkan budaya dalama hal seni tari dan masakannya yang lebih terkenal dari daerah-daerah lain di indonesia seperti tari piring dan masakan padangnya yang terkenal lezat, saat orde lama habis, kebanyakan orang minang tidak kembali ke indonesia. Orang minang aman di luar negeri karena mereka adalah orang-orang yang hebat. Mereka tidak menjadi beban bagi semua daerah yang mereka tempati, mereka bukan menjadi kuli atau kerja yang sejenisnya, mereka kebanyakan membuka rumah makan sehingga bagi daerah lain bahkan bagi orang luar negeri orang minang tidak merugikan.
Saat ini masyarakat Minang merupakan masyarakat penganut matrilineal terbesar di dunia. Selain itu, etnis ini juga telah menerapkan sistem proto-demokrasi sejak masa pra-Hindu dengan adanya kerapatan adat untuk menentukan hal-hal penting dan permasalahan hukum. Prinsip adat Minangkabau tertuang singkat dalam pernyataan Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah (Adat bersendikan hukum, hukum bersendikan Al-Qur'an) yang berarti adat berlandaskan ajaran Islam.
Di Bangka Belitung orang Minangkabau sangat menonjol di bidang perniagaan, sebagai profesional dan intelektual. Mereka merupakan pewaris terhormat dari tradisi tua Kerajaan Melayu dan Sriwijaya yang gemar berdagang dan dinamis. Hampir separuh jumlah keseluruhan anggota masyarakat ini berada dalam perantauan. Minang perantauan pada umumnya bermukim di kota-kota besar. Masyarakat Minang memiliki masakan khas yang populer dengan sebutan masakan Padang, dan sangat digemari di Indonesia bahkan sampai mancanegara.
Etnis Bugis
Orang-orang maritim yang terkenal hingga sekarang adalah dari Suku Bugis, karena mereka bertebaran diseluruh perairan Indonesia bahkan Asia. Orang Bugis ini menyebar hampir ke seluruh daerah Indonesia menggunakan perahu untuk mencari kehidupan baru di daerah lain, mereka lebih memilih tinggal dipesisir karena lebih mudah ke laut, karena disebabkan oleh perang saudara pada masa dulu. Dan setelah menyebar orang bugis tetap berpegang pada tradisi budaya mereka yang diajarkan oleh para orangtua mereka. Bugis dulunya dikenal sebagai bajak laut atau Lanun. Berarti bugis di zaman melayu kuno sudah berkeliaran dalam pelayaran, sebagai kapten, ABK bahkan menjadi panglima perang. Intinya adalah Makasar bugis adalah melayu. Di Bangka Belitung masyarakat Bugis tinggal di perkampungan yang mereka buat sendiri seperti kampung Nelayan, Pelabuhan-pelabuhan, desa Kurau, Sungai Due dan pesisir-pesisir lainnya.
Sistem Religi
Penduduk Kepulauan Bangka Belitung merupakan masyarakat yang beragama dan menjunjung tinggi kerukunan beragama. Ditinjau dari agama yang dianut terlihat bahwa penduduk provinsi Bangka Belitung memeluk agama Islam dengan presentase sebesar 89,00 persen, untuk penduduk yang menganut agama Budha sebesar 4,24 persen, agama Kristen Protestan sebesar 1,8 persen, agama Katholik sebesar 1,2 persen, agama Hindu 0,09, Khong Hu Chu 3,25 dan lainnya 0,41 persen. Tempat peribadatan agama di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ada sebanyak 722 mesjid, 445 mushola, 120 langgar, 161 gereja protestan, 31 gereja katholik, 63 vihara dan 11 centiya.
Sistem religi selain dari masyarakat Bangka Belitung yang berasal dari masyarakat /suku lain adalah :
Masyarakat Jawa
sebagian besar secara nominal menganut agama Islam. Tetapi ada juga yang menganut agama Protestan dan Katolik. Penganut agama Buddha dan Hindu juga ditemukan pula di antara masyarakat Jawa. Ada pula agama kepercayaan suku Jawa yang disebut sebagai agama Kejawen. Kepercayaan ini terutama berdasarkan kepercayaananimisme dengan pengaruh Hindu-Buddha yang kuat. Masyarakat Jawa terkenal akan sifat sinkretisme kepercayaannya.
Masyarakat Sunda
Selain agama yang dijadikan pandangan hidup, orang Sunda juga mempunyai pandangan hidup yang diwariskan oleh nenek moyangnya. Pandangan hidup tersebut tidak bertentangan dengan agama yang dianutnya karena secara tersurat dan tersirat dikandung juga dalam ajaran agamanya, khususnya ajaran agama Islam. Pandangan hidup orang Sunda yang diwariskan dari nenek moyangnya dapat diamati pada ungkapan tradisional, juga dari naskah kuno.
Masyarakat Minangkabau
Di Bangka Belitung masyarakat Minang saat ini merupakan pemeluk agama Islam, dan di daerah tempat asalnya, jika ada masyarakatnya keluar dari agama Islam (murtad), secara langsung yang bersangkutan juga dianggap keluar dari masyarakat Minang, dalam istilahnya disebut "dibuang sepanjang adat". Agama Islam diperkirakan masuk melalui kawasan pesisir timur, walaupun ada anggapan dari pesisir barat, terutama pada kawasan Pariaman, namun kawasan Arcat (Aru dan Rokan) serta Inderagiri yang berada pada pesisir timur juga telah menjadi kawasan pelabuhan Minangkabau, dan Sungai Kampar maupun Batang Kuantan berhulu pada kawasan pedalaman Minangkabau. Sebagaimana pepatah yang ada di masyarakat, Adat manurun, Syarak mandaki (Adat diturunkan dari pedalaman ke pesisir, sementara agama (Islam) datang dari pesisir ke pedalaman), serta hal ini juga dikaitkan dengan penyebutan Orang Siak merujuk kepada orang-orang yang ahli dan tekun dalam agama Islam, masih tetap digunakan di dataran tinggi Minangkabau.
Sebelum Islam diterima secara luas, masyarakat ini dari beberapa bukti arkeologis menunjukan pernah memeluk agama Buddha terutama pada masa kerajaan Sriwijaya, Dharmasraya, sampai pada masa pemerintahan Adityawarman dan anaknya Ananggawarman. Kemudian perubahan struktur kerajaan dengan munculnya Kerajaan Pagaruyung yang telah mengadopsi Islam dalam sistem pemerintahannya, walau sampai abad ke-16, Suma Oriental masih menyebutkan dari tiga raja Minangkabau hanya satu yang telah memeluk Islam.
Kedatangan Haji Miskin, Haji Sumanik dan Haji Piobang dari Mekkah sekitar tahun 1803, memainkan peranan penting dalam penegakan hukum Islam di pedalaman Minangkabau. Walau pada saat bersamaan muncul tantangan dari masyarakat setempat yang masih terbiasa dalam tradisi adat, dan puncak dari konflik ini muncul Perang Padri sebelum akhirnya muncul kesadaran bersama bahwa adat berasaskan Al-Qur'an.
Masyarakat Bugis
Orang Bugis di Bangka Belitung beragama Islam, namun yang membedakannya adalah dari sisi tradisi perkawinan adat, mereka berpegang pada tradisi budaya mereka yang diajarkan oleh para orangtua mereka. Ritul-ritual adatnya begitu berbeda.
Kemasyarakatan
Masyarakat Bangka adalah masyarakat yang memiliki jiwa sosial yang tinggi, sikap kegotongroyongan yang kuat, dan itu bisa kita lihat dari acara sedekahan orang sekampung, acara nganggung, nujuh hari, perang ketupat dan acara lainnya. Penduduk Pulau Bangka dan Pulau Belitung semula dihuni orang-orang suku laut, seperti suku Skak. Suku ini dalam perjalanan sejarah yang panjang membentuk proses kulturisasi dan akulturasi. Orang-orang laut itu sendiri berasal dari berbagai pulau. Orang laut dari Belitung berlayar dan menghuni pantai-pantai di Malaka. Sementara mereka yang sudah berasimilasi menyebar ke seluruh Tanah Semenanjung dan pulau-pulau di Riau. Kemudian kembali dan menempati lagi Pulau Bangka dan Belitung. Sedangkan mereka yang tinggal di Riau Kepulauan berlayar ke Bangka. Datang juga kelompok-kelompok Orang Laut dari Pulau Sulawesi dan Kalimantan. Pada gelombang berikutnya, ketika mulai dikenal adanya Suku Bugis, mereka datang dan menetap di Bangka, Belitung dan Riau. Lalu datang pula orang dari Johor, Siantan yang Melayu, campuran Melayu-Cina, dan juga asli Cina, berbaur dalam proses akulturasi dan kulturisasi. Kemudian datang pula orang-orang Minangkabau, Jawa, Banjar, Kepulauan Bawean, Aceh dan beberapa suku lain yang sudah lebih dulu melebur. Lalu jadilah suatu generasi baru: Orang Melayu Bangka Belitung. Namun di sisi lain, ada juga juga pedalaman di daerah Kecamatan Belinyu, desa pejem yang dikenal dengan suku Lom. Suku ini sampai sekarang belum diketahui adakah mereka suku pertama menempati pulau Bangka karena daerahnya tertutup dari dunia luar dan sampai kini masih menutup diri dari kemajuan teknologi. Dipercaya mereka telah ada sebelum kerajaan majapahit dan sriwijaya menguasai pulau Bangka Belitung.
Bahasa yang paling dominan digunakan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah Bahasa Melayu yang juga disebut sebagai bahasa daerah, namun seiring dengan keanekaragaman suku bangsa, bahasa lain yang digunakan antara lain bahasa Mandarin dan bahasa Jawa. Namun, Bahasa yang lebih mudah dikuasai tiap kabupaten, desa maupun dusun adalah bahasa kabupaten Sungailiat. Bahasa Sungailiat mudah dikenali dan mudah dimengerti oleh tiap daerah di Bangka Belitung.
Bagi sebagian orang, masyarakat melayu adalah masyarakat yang beragama islam, begitu juga saya. Dulu saya beranggapan kalau masyarakat melayu adalah orang-orang beragama islam. Dan masyarakat melayu biasanya dilihat dari ciri khasnya atau beradat istiadat melayu dan menempati kawasan melayu yang sudah dikenal dan memperlihatkan budaya yang identik dengan lemah lembut, karena penganut agama islam memperaktikan adat istiadat melayu dalam kehidupan sehari-harinya.
Bahasa melayu sudah menjadi bahasa wajib dari tiga negara, Indonesia, Malaysia dan Brunai Darussalam. Dan apakah bahasa Indonesia itu milik orang-orang melayu? Jelas tidak. Kalau kita meneliti lebih jauh, melayu itu dari segi maritim dan para arkeolog yang menemukan situs-situs dan prasasti-prasasti yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu sudah dapat dilihat jalur jelajah wilayah melayu yang tersebar di antara laut jawa, selat malaka, laut cina selatan dan samudra hindia, jadi masyarakat melayu berkarakter maritim, dimana laut menjadi sarana utama dalam pertukaran melayu, dan melayu sudah ada di nusantara sebelum islam masuk ke nusantara. Pada zaman Hindu - Budha melayu sudah ada dengan berbahasa dan membaca tulisan yang sama dengan pembawaan hindu - budha.
Masyarakat Aceh di anggap masyarakat melayu karena identik dengan islam, padahal Aceh bukan termasuk masyarakat melayu karena orang aceh pada masa dulu bukan orang-orang maritim, tapi hanya masuk dalam wilayah maritim melayu, akan tetapi masyarakat Aceh tetap mengaku sebagai melayu dan tidak ada yang salah dengan pengakuan itu, karena semua orang berhak menyebut dirinya melayu, karena tidak ada undang-undang untuk mempermasalahkan masalah tersebut,. Orang Aceh lebih memilih pada segi pertanian, tidak terpengaruh budaya apapun dan menjadi pelabuhan islam pertama di indonesia saat masuknya kapal-kapal islam dari tanah arab, maka Aceh dikenal dengan Serambi Mekkah.
Orang-orang maritim yang terkenal adalah dari Suku Bugis, karena mereka bertebaran diseluruh perairan. Orang Bugis ini menyebar ke daerah lain menggunakan perahu untuk mencari kehidupan baru di daerah lain, mereka lebih memilih tinggal dipesisir karena lebih mudah ke laut, karena disebabkan oleh perang saudara pada masa dulu. Dan setelah menyebar orang bugis tetap berpegang pada tradisi budaya mereka yang diajarkan oleh para orangtua mereka. Bugis dulunya dikenal sebagai bajak laut atau Lanun. Berarti bugis di zaman melayu kuno sudah berkeliaran dalam pelayaran, sebagai kapten, ABK bahkan menjadi panglima perang. Intinya adalah Makasar bugis adalah melayu.
Minangkabau atau biasa kita sebut orang Padang atau orang-orang melayu yang suka merantau, orang minang ada dimana-mana, banyak pepatah mengatakan orang minang memberi makan semua suku nusantara / bangsa di dunia. Orang minang pun ada di bulan ‘diungkapkan dalam banyak buku dan artikel-artikel’. Mengapa orang minang relatif aman di daerah orang, merantau jauh dari asalnya, hampir seluruh dunia, ada yang pulang dan menetap. Pada masa Presiden Soekarno, orang minang banyak di kirim ke luar negeri, saat orde lama habis, kebanyakan orang minang tidak kembali ke Indonesia. Orang minang aman di luar negeri karena mereka adalah orang-orang yang hebat. Mereka tidak menjadi beban bagi orang luar negeri, mereka bukan menjadi kuli atau kerja yang sejenisnya, mereka kebanyakan membuka rumah makan sehingga bagi orang luar negeri orang minang tidak merugikan.
Kekuatan budaya melayu
Pada masa sekarang banyak orang yang menggunakan pepatah “Dunia melayu dunia islam”. Melayu bukan hanya milik orang islam dan tidak identik dengan islam karena bila melihat sejarah, melayu sudah ada di nusantara sebelum agama islam masuk ke nusantara. Dan melayu pada saat itu sudah mengenal bahasa hindu – budha yang dibawakan kerajaan sriwijaya maupun majapahit.
Mengapa pada masa lalu budaya eropa begitu sulit menyebarkan budayanya pada masyarakat Indonesia? Begitu pula sekarang, budaya barat begitu hati-hati dipilih oleh pemimpin-pemimpin kita, pemuka-pemuka agama maupun pemuka adat di Indonesia. Dulu, budaya eropa masuk ke Indonesia melalui laut dan disaring oleh maritim melayu yang tersebar diperairan laut jawa, selat malaka, laut cina selatan dan samudra hindia, itu sebabnya dari dulu indonesia kuat dalam budaya melayu. Seandainya maritim tidak menyaring budaya eropa, dipastikan tata cara, seni dan budaya indonesia sekarang sangat berbeda, seperti halnya batavia, kota ini awalnya dibangun oleh belanda sama mirip dengan kota belanda pada zaman itu. Dengan disaringnya oleh melayu, adab Indonesia tetap terjaga walaupun kota batavia begitu indah dibangun bangsa belanda.
Bahasa melayu menjadi kemudahan bagi penyebaran agama islam di nusantara, namun melayu sudah ada sejak zaman kerajaan Majapahit dan kerajaan Sriwijaya, penemuan itu terbukti dari bahasa prasasti kota kapur dengan bahasa sansekerta-nya, candi-candi di jambi, thailand dan daerah lainnya. Terbukti bahwa melayu pada saat itu mengerti bahasa sansekerta dan bisa membaca tulisan hindu budha. Seperti tulisan yang ada di prasasti kota kapur, di desa Kota Kapur kecamatan Mendo Barat adalah termasuk prasasti yang tertua. Pada perkembangan zaman, Akar melayu tersapu setelah masuknya sikap politik pada petinggi masyarakat, karena melayu adalah adab kesopanan, harga diri, rendah hati bukan suatu kelicikan untuk menguntungkan diri sendiri maupun golongan tertentu. Orang yang demikian ini apakah layak menyandang predikat “orang melayu atau “tetua yang harus dihormati”, seperti contohnya : saat acara makan malam atau makan bersama, seorang pemimpin seharusnya menunggu bawahannya makan, setelah merasa semuanya mendapat jatah yang sama, maka pemimpin baru memulai untuk makan.
Perumpamaan memilih pemimpin harus dikenali adalah : pada zaman dulu dan mungkin zaman sekarang masih ada mushola yang berbentuk rumah panggung berlantai papan. Sekelompok wanita ingin sholat berjamaah tapi tidak menemukan imam, saat itu ada seorang laki-laki tampan, tinggi besar dan gagah membawa seeekor ayam jantan, dan para wanita pun memintanya untuk menjadi imam, laki-laki itu tidak bisa menolak karena permintaan itu cukup sulit di tolak. Pada rakaat pertama sangat bagus karena laki-laki begitu fasih menjadi imam, pada rakaat kedua laki-laki itu tidak juga beranjak dari sujudnya, 15 menit tidak juga beranjak, ternyata dia melihat ayam yang dia ikatkan di bawah lantai panggung mushola takut ayamnya hilang atau melarikan diri, Ternyata laki-laki itu adalah penyabung ayam. Jadi, ada baiknya kita memilih pemimpin itu adalah pada orang yang kita kenal.
Mata Pencaharian
Pertambangan Biji Timah
Dari semuanya, bijih timah adalah sumber daya alam yang paling bernilai di provinsi ini, bahkan memberikan kontribusi yang cukup besar dalam pembangunan nasional. Di sini terdapat satu BUMN yang menambang bijih timah, PT Timah Tbk, dan satu perusahaan asing, PT Koba Tin. Luas area Kuasa Pertambangan (KP) PT Timah Tbk di darat sekitar 360.000 ha atau ± 35% dari luas daratan Pulau Bangka. BUMN ini juga memiliki areal KP darat di Pulau Belitung seluas 126.455 ha atau ± 30% dari luas daratan Pulau Belitung. Untuk PT Koba Tin, diberikan sekitar 41.000 ha. Di luar area kuasa pertambangan PT Timah Tbk dan kontrak karya (KK) PT Koba Tin, kegiatan penambangan juga diusahakan oleh pengusaha tambang inkonvensional dan masyarakat secara tradisional yang juga memberikan nilai ekonomi masyarakat Kepulauan Bangka Belitung.
Pertanian
Bukan hanya pertambangan timah saja yang bisa eksploitasi di Bangka Belitung, tetapi juga sektor pertanian dan perikanan, hanya saja sektor pertanian belum maksimal, terlihat dari perbandingan besarnya luas lahan dan lahan yang telah digunakan untuk pertanian. Dari seluruh luas lahan yang ada, baru 25% yang digunakan untuk usaha pertanian.
Masyarakat Bangka Belitung juga ini memiliki lahan sawah beririgasi teknis dan teririgasi non teknis. Selain sawah ada juga ladang padi, ladang dan sawah ini kebanyakan di lakukan oleh masyarakat perkampungan disamping menanam lada. Mayoritas etnis Cina menanam sayur mayur, palawija, hortikultura dan sebagainya, yang hasilnya dijual dipasar modern maupun tradisional.
Di kepulauan ini juga terdapat hutan seluas 657.510 ha. Sesuai Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 357/Menhut-II 2004, hutan ini terdiri atas 466.090 ha hutan produksi, 156.730 ha hutan lindung, dan 34.690 ha hutan konservasi. Kawasan-kawasan hutan tersebut tersebar dalam 60 kelompok register kawasan hutan, sedangkan pada zaman Belanda batas-batasnya telah ditata secara definitif.
Provinsi ini juga memiliki potensi perikanan laut yang cukup besar. Selain potensi perikanan tangkap potensi perikanan budidaya, baik budidaya ikan air payau maupun ikan air tawar yang layak dikembangkan. Usaha ikan air tawar ini sangat potensial karena Bangka Belitung banyak terdapat sungai ( kolong ) murni dan kolong eks pertambangan timah yang dibiarkan terlantar begitu saja.
Perkebunan memiliki arti strategis untuk menunjang perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Komoditas unggulan perkebunan rakyat yang telah di tekuni berabad-abad secara turun-temurun adalah lada dan karet. Sedangkan kelapa sawit merupakan komoditas baru dan banyak diusahakan oleh perusahaan besar swasta. Bangka Belitung merupakan daerah penghasil dan pengekspor lada putih yang sejak dulu terkenal dengan nama Muntok White Pepper.
Pewter timah
Selain pertambangan dan pertanian, sebagian dari masyarakat juga ada sebagai pengerajin Pewter Timah merupakan kerajinan khas Bangka Belitung dan satu-satunya yang ada di Indonesia yang bahan bakunya berasal dari timah, kerajinan ini sangat populer dan terkenal telah terbukti setiap ada pameran-pameran baik di skala regional, nasional dan internasional. Kerajinan Pewter banyak digemari oleh para pengunjung atau wisatawan yang datang langsung ke pulau Bangka Belitung, kerajinan ini berbentuk Kapal Penisi, gantungan kunci, bingkai, piala dan masih banyak lagi lainnya.
d. Kerajinan Akar Bahar
Kerajinan akar bahar juga merupakan salah satu kerajinan yang satu-satunya ada di pulau Bangka, bahan baku yang diambil dari dasar laut perairan pulau Bangka adalah salah satu bentuk souvenir atau cindera mata yang cukup fantastik. Bentuk kerajinan tersebut selain berupa tongkat komando juga perhiasan seperti : gelang, kalung, vas bunga, gantungan kunci dan lain-lain.
e. Kerajinan Renda
Kerajinan Renda ada yang dibuat masyarakat Belinyu, merupakan kerajinan tangan, juga kerajinan kayu ibul yang bahan bakunya banyak tersebar di seluruh hutan Bangka, dibuat seperti peralatan dapur, patung, tongkat, asbak dan semuanya dikerjakan oleh tangan masyarakat sebagai penunjang kehidupan mereka.
f. Anyaman
Ada juga kerajinan bambu dan anyaman pandan, kerajinan rotan dan juga masyarakat Bangka Belitung memproduksi makanan seperti : kretek, kerupuk, kemplang, terasi, pempek, pantiaw, otak-otak, siput gonggong dan makanan dari hasil laut lainnya.
g. Mata pencaharian para pendatang.
Minoritas masyarakat Jawa berprofesi sebagai petani, sedangkan di perkotaan seperti kota Pangkal pinang, Sungailiat dan Mentok, mereka berprofesi sebagai pegawai negeri sipil, karyawan, pedagang, usahawan, dan lain-lain. Di daerah seperti Belinyu, Toboali dan di sudut-sudut kota mereka sebagai pekerja tambang timah dan buruh harian. Masyarakat Jawa mendominasi tenaga kerja.
Masyarakat Sunda lebih banyak bekerja di perkantoran, baik pemerintahan maupun swasta. Ada yang menjadi kepala dinas, pegawai negeri sipil, tenaga honorer dan usahawan. Suku Bugis lebih banyak menempatkan mata pencahariannya sebagai nelayan, karena itu mereka lebih banyak tinggal di pesisir-pesisir pantai. Orang Padang atau Minang banyak membuat usaha rumah makan. Hampir di tiap kota di Bangka Belitung, rumah makan Padang berdiri dengan ciri khas arsitektur rumah gadang dan para pramusaji yang identik membawa piring-piring kecil dari telapak tangan hingga ke lengan. Dan ada sebagian orang Minang juga membuka usaha dagang peralatan rumah tangga, penjahit dan penjual pakaian. Usaha dagang yang mudah dikenal dan pertama ada di Bangka adalah usaha dagang “Serba serbu”. Usaha dagang ini menggunakan mobil pick-up, dipenuhi peralatan rumah tangga, lalu berkeliling kota dan pedesaan dengan memasang musik sekeras-kerasnya melalui Microphone maupun Toa agar menarik perhatian pembeli dan mudah dikenali. Kemudian pada hari-hari libur mereka akan menetap pada satu perkampungan lalu menyewakan tempat kosong di halaman rumah dan membuka tempat penjualan sehari, dua hari hingga seminggu, kemudian pindah ke perkampungan lain.
Bahasa
Seperti yang telah di jelaskan di atas, bahwa penduduk Pulau Bangka Belitung yang semula dihuni orang-orang suku laut, membentuk proses kulturisasi dan akulturasi. Orang-orang laut itu sendiri berasal dari berbagai pulau. Orang laut dari Belitung berlayar dan menghuni pantai-pantai di Malaka. Sementara mereka yang sudah berasimilasi menyebar ke seluruh Tanah Semenanjung dan pulau-pulau di Riau. Kemudian kembali dan menempati lagi Pulau Bangka dan Belitung. Sedangkan mereka yang tinggal di Riau Kepulauan berlayar ke Bangka. Datang juga kelompok-kelompok Orang Laut dari Pulau Sulawesi dan Kalimantan. Pada gelombang berikutnya, ketika mulai dikenal adanya Suku Bugis, mereka datang dan menetap di Bangka, Belitung dan Riau. Lalu datang pula orang dari Johor, Siantan yang Melayu, campuran Melayu-Cina, dan juga asli Cina, berbaur dalam proses akulturasi dan kulturisasi. Kemudian datang pula orang-orang Minangkabau, Jawa, Banjar, Kepulauan Bawean, Aceh dan beberapa suku lain yang sudah lebih dulu melebur. Lalu jadilah suatu generasi baru: Orang Melayu Bangka Belitung.
Dalam segi huruf dan logat bicara, perbedaan antar kota sangat jelas seperti :
a. kota Sungailiat ( Bangka Induk )
Bahasa Sungailiat lebih dominan huruf “e”, contoh : “mane ku tau” ( mana saya tau ), “dimane?” ( dimana? ) persis seperti ucapan betawi.
b. Kota Toboali ( Bangka Selatan )
Bahasa Toboali lebih dominan huruf “h” dan “eng” namun ada karakter bahasa Indonesia dan Sungailiat, umpamanya “A’ku dak takhen ugeh” ( aku tidak mengerti / mana saya tau / saya tidak tahu juga ) atau “engka, dihanin, “ ( kamu, disana ).
c. Kota Mentok ( Bangka Barat )
Bahasa Mentok dominan huruf “e” seperti bahasa melayu malaysia, contohnya : “siape?, ape?, dimane?”.
d. Belinyu
Daerah Belinyu lebih mirip bahasa Palembang ( Sumatera Selatan ) namun secara logat sedikit berbeda ( lebih halus ) contohnya : “Apo? Siapo? Dimano?” ( apa?, siapa?, dimana? ).
Banyak lagi perbedaaan yang ada di tiap kampung. Setiap kampung memiliki perbedaan dalam logat dan makna kata, contoh kecilnya “buk” ( nasi ), “suduk” ( sendok ), “kemeh” ( buang air kecil / kencing ), dan masih banyak lagi. Namun dari sudut bahasa yang mudah dimengerti tiap kota dan kampung adalah bahasa Sungailiat. Bahasa Sungailiat mudah dimengerti semua kota dan kampung, namun sebaliknya, orang Sungailiat kurang begitu mengerti bahasa orang kampung maupun bahasa kota lain, kecuali orang Sungailiat tersebut berasal dari kota atau kampung lain tersebut.
Bahasa yang paling dominan digunakan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah Bahasa Melayu yang juga disebut sebagai bahasa daerah, namun seiring dengan keanekaragaman suku bangsa, bahasa lain yang digunakan antara lain bahasa Cina khek ( orang china daratan menyebut orang cina Bangka adalah Cina khek atau cina kampung ) dan tiap kota juga bahasa cina juga berbeda-beda.
Awal terbentuknya bahasa-bahasa yang ada di Bangka Belitung, berawal dari masyarakat melayu, masyarakat yang ada di sumatera, johor, siantan, sebagian kalimantan dan lainnya. Seperti Bahasa daerah Mentok termasuk salah satu anak cabang dari rumpun melayu johor dan sumatera. Walaupun ada perbedaan, ada yang menganggap bahasa yang dituturkan masyarakat ini sebagai bagian dari dialek Melayu, karena banyaknya kesamaan kosakata dan bentuk tuturan di dalamnya ( hampir sama dimiliki orang melayu sumatera kalimantan dan johor ). Sementara itu bahasa kota Sungailiat justru beranggapan bahasa mandiri yang berbeda dengan Melayu serta ada juga yang menyebut bahasa Sumatera. Selain itu dalam masyarakat penutur bahasa Sungailiat itu sendiri juga sudah terdapat berbagai macam dialek bergantung kepada daerahnya masing-masing. Seperti : desa Kenanga, Parit padang, air hanyut dan lainnya.
Sistem Pengetahuan
Banyak sistem pengetahuan yang ada di provinsi ini, misalnya pertanian, perdagangan / bisnis, hukum negara, hukum adat, seni budaya, tradisi, perundang-undangan, pemerintahaan / politik, dan sebagainya. Hal tersebut juga bagian dari kebudayaan. Masyarakat wajib mempelajarinya karena dengan adanya sistem pengetahuan, masyarakat menjadi tahu dunia luar dan sangat bermanfaat untuk kehidupan Bangka Belitung karena berpengaruh pada pekerjaan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Masyarakat mempelajarinya dari pergaulan di dalam masyarakat maupun dari luar daerah, pendatang, televisi, majalah, surat kabar, radio, internet dan lain-lain, cukup masyarakat kuasai, karena banyak informasi yang mudah didapat.
Tambang inkonvensional ( TI ) sudah sangat dikenal. Peralatan yang digunakan tidak terlalu sulit di dapat, cukup ekskavator, pompa semprot air dan dimana akan dilakukan penambangan pasir timah. Di era reformasi, orang-orang Bangka Belitung mencari lokasi penambangan secara bebas, TI berkembang pesat menjadi ribuan, tersebar diseluruh pulau Bangka. Kegiatan TI illegal semakin membludak hingga sulit dikontrol pemerintah dan aparat. Pembangunan Smelter ( pabrik pengolahan pasir timah menjadi balok timah ) meningkat tajam. Dalam hal pertanian lada, ladang, sawah dan sawit, masyarakat yang memiliki modal besar menggunakan traktor roda 2, traktor roda 4, power therser, pompa air RMU ( Rice Milling Unit ) dan sebagainya dengan merek Agrindo, Mitsubishi, Sakti dan Iseki. Untuk area perkebunan yang luas di Bangka Belitung, menggunakan mesin Power Sprayer untuk penyemprot hama, gulma dan penyemprot pupuk cair di area perkebunan. Pemotong rumpun dan Chain Saw yang bisa dimanfaatkan untuk membersihkan area perkebunan. Traktor tangan, pompa air, mesin pengairan skala mikro, mesin pengolah beras, mesin pengering, rol karet gulungan padi, diesel engine, welder, generator set, dan kapal aluminum. Sedangkan kerajinan, makanan ringan seperti kretek, krupuk, terasi, rusip dan kemplang kebanyakan masyarakat masih menggunakan alat-alat tradisional seperti : alat pemasak dari tungku, perapian kayu, penggorengan, dan sebagainya. Namun bagi yang usahawan memiliki modal lebih lebih memilih peralatan modern.
Di kalangan nelayan yang mayoritas berasal dari keturunan Bugis mengunakan perahu bermesin bertenaga besar, dan ada yang menggunakan mesin dompeng untuk ukuran perahu kecil dan sedang, perahu yang besar biasanya digunakan untuk nelayan yang mencari ikan hingga ke pertengahan pulau Kalimantan yang bisa menampung ratusan ton ikan dan bisa menginap ditengah laut berminggu-minggu. Mesin yang mereka gunakan tenaga diesel merek Ratna mulai ukuran 6,5-30 HP dan mesin bensin merek Crown mulai ukuran 5,5-15 HP. Water pump set ukuran 2 dan 3 inchi.
Nelayan biasanya juga menggunakan alat-alat sebagai berikut :
1. pukat udang atau biasa disebut pukat harimau, jaring yang berbentuk kantong yang ditarik oleh satu atau dua kapal, bisa melalui samping atau belakang. Alat ini merupakan alat yang efektif namun tidak selektif sehingga dapat merusak semua yang dilewatinya. Oleh karena itu kecenderungan alat tangkap ini dapat menjurus ke alat tangkap yang destruktif. Aturan-aturan yang diberlakukan pada pengoperasian alat ini relatif sudah memadai, namun pada prakteknya sering kali dijumpai penyimpangan-penyimpangan yang pada akhirnya dapat merugikan semua pihak. Tujuan utama pukat udang adalah untuk menangkap udang dan juga ikan perairan dasar (demersal fish).
2. Pukat Kantong, Pukat kantong adalah jenis jaring menangkap ikan berbentuk kerucut yang terdiri dari kantong atau bag, badan(body), dua lembar sayap (wing) yang dipasang pada kedua sisi mulut jaring, dan tali penarik (warp). Alat ini tergolong tradisional, tidak merusak lingkungan, dan ukurannya relatif kecil. Pukat kantong terdiri atas payang, dogol, dan pukat pantai.
3. Pukat Cincin (purse seine), Pukat cincin adalah jaringan yang terbentuk empat persegi panjang, dilengkapi tali kerut yang bercincin yang diikatkan pada bagian bawah jaring sehingga membentuk kerut dan seperti mangkuk. Alat penangkap ini ditujukan untuk menangkap gerombolan ikan permukaan (pelagic fish). Alat tangkap ini tergolong efektif terhadap target spesies dan kecenderungan tidak destruktif.
4. Jaring Insang, Jaring insang adalah jaring berbentuk empat persegi panjang, mata jaring berukuran sama dilengkapi dengan pelampung pada bagian atas dan pemberat pada bagian bawah jaring. Dioperasikan dengan tujuan menghadang ruaya gerombolan ikan oleh nelayan secara pasif dengan ukuran mesh size. Alat penangkap ini terdiri dari tingting (piece) dengan ukuran mata jaring, panjang, dan lebar yang bervariasi. Dalam operasi biasanya terdiri dari beberapa tinting jaring yang digabung menjadi satu unit jaring yang panjang, dioperasikan dengan dihanyutkan, dipasang secara menetap pada suatu perairan dengan cara dilingkarkan atau menyapu dasar perairan. Contohnya jaring insang hanyut (drift gillnet), jaring insang tetap(set gillnet), jaring insang lingkar (encircling gillnet), jaring insang klitik (shrimp gillnet), dan trammel net.
5. Jaring Angkat, Jaring angkat adalah suatu alat pengkapan yang cara pengoperasiannya dilakukan dengan menurunkan dan mengangkatnya secara vertikal. Alat ini terbuat dari nilon yang menyerupai kelambu, ukuran mata jaringnya relatif kecil yaitu 0,5 cm. Bentuk alat ini menyerupai kotak, dalam pengoperasiannya dapat menggunakan lampu atau umpan sebagai daya tarik ikan. Jaring ini dioperasikan dari perahu, rakit, bangunan tetap atau dengan tangan manusia. Alat tangkap ini memiliki ukuran mesh size yang sangat kecil dan efektif untuk menangkap jenis ikan pelagis kecil. Kecenderungan jaring angkat bersifat destruktif dan tidak selektif. Contoh jaring angkat adalah bagan perahu atau rakit (boat / raft lift net), bagan tancap (bamboo platform lift net), dan serok (scoop net).
6. Mata Pancing, Pancing adalah salah satu alat penangkap yang terdiri dari dua komponen utama, yaitu : tali (line) dan mata pancing (hook). Jumlah mata pancing berbeda-beda, yaitu mata pancing tunggal, ganda, bahkan sampai ribuan. Prinsip alat tangkap ini merangsang ikan dengan umpan alam atau buatan yang dikaitkan pada mata pancingnya. Alat ini pada dasarnya terdiri dari dua komponen utama yaitu tali dan mata pancing. Namun, sesuai dengan jenisnya dapat dilengkapi pula komponen lain seperti : tangkai (pole), pemberat (sinker), pelampung (float), dan kili-kili (swivel). Cara pengoperasiannya bisa di pasang menetap pada suatu perairan, ditarik dari belakang perahu/kapal yang sedang dalam keadaan berjalan, dihanyutkan, maupun langsung diulur dengan tangan. Alat ini cenderung tidak destruktif dan sangat selektif. Pancing dibedakan atas rawai tuna, rawai hanyut, rawai tetap, pancing tonda, dan lain-lain.
7. Bubu. Perangkap ini adalah salah satu alat penangkap yang bersifat statis, umumnya berbentuk kurungan, berupa jebakan dimana ikan akan mudah masuk tanpa adanya paksaan dan sulit keluar karena dihalangi dengan berbagai cara. Bahan yang digunakan untuk membuat perangkap : bambu, rotan, kawat, jaring, tanah liat, plastik, dan sebagainya. Pengoperasiannya di dasar perairan, di permukaan perairan, di sungai daerah arus kuat, dan di daerah pasang surut. Alat ini cenderung selektif karena ikan terperangkap di dalamnya.
8. Pengumpul kerang dan rumput laut, Jenis Rake (alat penangkap pengumpul kerang/rumput laut). Alat pengumpul kerang dan rumput laut pada umumnya di desain dengan pengoperasian yang sederhana dan pengusahaannya dilakukan dengan skala yang kecil. Alat ini selektif dan tidak destruktif karena ditujukan untuk menangkap target seperti kerang-kerangan. Contoh pengumpul kerang adalah garuk (rake), cengkeraman, dan ladung kima. Sedangkan, contoh pengumpul rumput laut berupa alat sederhana berbentuk galah yang ujungnya bercabang. Akan tetapi, alat ini merusak habitat lingkungan perairan kalau tidak dilakukan sesuai prosedur.
9. Pukat Ikan Karang ( muro-ami ). Pukat ikan karang ( muro-ami ) adalah suatu alat penangkapan yang dibuat dari jaring, yang terdiri dari sayap dan kantong yang dalam pengoperasiannya dilakukan penggiringan ikan-ikan yang akan ditangkap agar masuk ke bagian kantong yang telah dipasang terlebih dahulu. Alat ini cenderung tidak destruktif dan tidak merusak ekosistem, karena metode pengoperasiannya yang tidak sampai merusak karang. Penggunaan alat ini dilakukan oleh beberapa nelayan dengan berenang, mengejutkan ikan-ikan karang sambil membawa alat penggiring. Dinamakan pukat ikan karang karena tujuan utamanya adalah menangkap jenis-jenis ikan karang.
Kesenian
Meski banyak suku yang menetap di Kepulauan Bangka Belitung. Percampuran antara masyarakat Melayu, Bugis, Jawa, Batak, Buton, Sunda, Madura, Flores, Bali, dan Keturunan Tionghoa (Cina) menciptakan berbagai macam seni budaya.
Di bidang kebudayaan, adat istiadat masyarakat setempat tentu saja menjadi dominan diselenggarakan, bahkan untuk ukuran tertentu bisa di eksploitasi menjadi daya tarik pariwisata tersendiri. Beberapa adat istiadat yang kerap dilakukan masyarakat misalnya:
Upacara adat, budaya dan tari – tarian :
1.
Taber, Taber adalah upacara adat Bangka Belitung, terdiri dari taber laut, taber darat, taber sungai, taber kampong dan taber hutan, merupakan upacara tradisi bersamaan dengan dilakukannya pesta-pesta adat daerah, dengan tujuan untuk membuang balak ( musibah ) dan membuang sial ( kesialan ). Upacara Taber telah dilaksanakan sejak zaman dulu dan terus berkesinambungan hingga saat ini menjadi sebuah tarian dengan tujuan untuk menghibur masyarakat.
2. Ceng Beng, ritual ceng beng atau sembahyang kubur merupakan upacara perwujudan dari sikap masyarakat Tionghoa yang sangat mencintai dan menghormati leluhurnya. Kegiatan ritual dmulai dengan membersihkan kuburan atau pendem, biasanya dilakukan 10 hari sebelum pelaksanaan Ceng Beng. Puncak kegiatan dilaksanakan pada tiap tanggal 5 April kalender masehi. Kegiatan ini dilaksanakan sejak dini hari hingga terbit fajar dengan melakukan sembahyang dan meletakkan sesajian.
3.
Sembahyang Rebut, setiap tanggal 15 bulan 7 tahun Imlek, warga Tionghoa di Bangka Belitung selalu mengadakan ritual sembahyang rebut atau yang sering disebut Chiong Si Ku disetiap kuil dan kelenteng dimana puluhan umat memberikan penghormatan yang diiringi dengan panjatan doa keselamatan dan keberkahannya. Menjelang tengah malam, jamuan-jamuan yang dihidangkan sudah dirasa cukup dinikmati oleh para arwah, sehingga prosesi ritual dilanjutkan dengan upacara rebutan sesaji yang berada di atas altar persembahan.
4.
Kongian, adalah nama lain bagi Tahun Baru Imlek. Latar belakang sejarah diadakan untuk merayakan musim semi yang biasanya datang seekor binatang yang disebut “Nian” dari pegunungan atau laut untuk mengganggu orang-orang yang dimanifestasikan dalam bentuk barongsai. Lalu orang menggunakan gaun merah dan menyalakan petasan untuk mengusir Nian. Oleh karena itu juga disebut Kongian Tahun Baru Imlek yang berarti mengusir atau menangkal Nian.
5.
Nganggung adalah tradisi ketika masyarakat Bangka di kampung-kampung membawa dulang berisi makanan yang ditutupi tudung saji untuk dimakan bersama di masjid atau balai desa. Tradisi biasanya dilaksanakan pada hari raya-hari raya seperti Maulud Nabi atau Tahun Baru Hijriah. Masyarakat di Mendo Barat setiap tahun melaksanakan acara ini.
6.
Perang Ketupat, perang ketupat biasanya dilaksanakan di Pantai Pasir Kuning di Tempilang. Waktu pelaksanaan acara ini dilaksanakan sebelum memasuki bulan puasa. Upacara ritual ini dimaksudkan untuk menyatakan rasa syukur. Atraksi utamanya adalah ketika sekumpulan orang saling berperang dengan menyerang kelompok lain menggunakan ketupat.
7.
Upacara Buang Jong, upacara tradisional ini adalah ritual suci suku Sawang, suku asli dari pulau Belitung. Upacara ini diselenggarakan di tepi pantai dengan cara menghanyutkan sebuah kapal kecil yang dihiasi daun kelapa dan beberapa macam bahan persembahan didalamnya. Upacara ini bertujuan untuk memohon perlindungan agar terhindar dari bencana yang mungkin dapat menimpa mereka selama mengarungi lautan.
8.
Upacara Maras Taun, Maras Taun merupakan salah satu budaya asli masyarakat Belitung, berupa pesta rakyat dalam rangka mensyukuri panen padi. Setelah pembacaan do’a, upacara maras taun dilanjutkan dengan acara pemotongan lepat gede yang merupakan puncak acara. Lapat gede dipotong oleh kepala daerah / gubernur atau bupati yang kemudian hasil potongannya dibagikan kepada pengunjung.
9.
Lomba Kater, lomba kater biasanya menggunakan perahu yang di bagian kiri dan kanan terdapat pelampung dari bambu sebagai penyeimbang sehingga perahu tidak bisa tenggelam / oleng. Kegiatan ini merupakan kalender tetap pemerintah kabupaten Belitung Timur.
Rebo Kasan; Upacara yang dilaksanakan sebagai rasa syukur kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa, agar mereka terhindar dari bencana sebelum ke laut mencari ikan.
Ceriak Nerang; Upacara yang dilakukan setelah panen padi sebagai puji syukur pada Allah, Tuhan Yang Maha Esa
Mandi Belimau; Dilaksanakan seminggu sebelum awal Ramadhan di pinggir Sungai Limbung.
Lesong Panjang; Upacara yang dilaksanakan sebagai rasa syukur kepada Allah SWT atas hasil panen.
Nirak Nanggok, Upacara adat untuk menunjukan rasa syukur atas kebaikan, dilakukan di Desa Membalong, Belitung.
1
Tari Sambut, Tarian ini merupakan tari khas Bangka Belitung, biasanya dilakukan saat masyarakat menyambut tamu-tamu istimewa. Tari ini biasanya berjumlah 5 wanita, satu yang paling depan menggenakan busana adat pengantin Bangka Belitung ( berwarna merah atau ungu ) dan empatt penari lainnya biasa disebut dayang juga mengenakan busana sama namun lebih sederhana (tidak mengenakan paksian ), 1 pria membawa payung berbentuk tinggi mirip payung kerajaan jaman dulu. Pria ini akan memayungi penari utama kemudian beralih memayungi tamu kehormatan yang disambut tersebut. Tarian ini juga akan lengkap bilamana menambah 2 penari pria dibelakang membawa tudung dulang sebagai simbol adat nganggung, dan 2 pesilat sebagai pembuka dari tari sambut tersebut.
1 Tari tradisi Kedidi, Kesenian kedidi ini bertempat di desa Mendo kecamatan Mendo Barat, Bangka, Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. Tari kedidi pada dasarnya bersifat pelipur lara, terinspirasi dari burung kedidi yang berbulu putih berparuh semacam betet, dan berekor lucu kalau digerakkan, terutama ketika meloncat dari satu tempat ketempat lain, dari batu ke batu lain, di atas batang pelepah yang mengapung di atas air. Burung ini hidup di alam terbuka, telah memberi inspirasi pada penduduk setempat menghibur diri dengan menirukan gerakannya dalam menyusun tarian. Tari ini biasanya diiringi alunan dambus dengan lagu berjudul “Tinggi Bawang”. Tari kedidi kemudian menjadi lebih menarik ketika dengan perkembangan variasi memasukkan unsur silat, kemudian dinamakan silat kedidi.
1
Silat Bintit, Silat bintit telah ada sejak abad ke-7 SM, seni bela diri ini dikhususkan untuk membela pulau Bangka dari penjajah Belanda dan Jepang, dan merupakan seni bela diri yang hampir punah karena hanya sedikit orang tua yang masih menguasai silat bintit. dan gerakan kaki dalam seni bela diri ini hampir sama dengan tari tradisi kedidi. Seni bela diri ini sudah hampir punah, cukup sulit mempelajarinya karena hanya beberapa orang tua saja yang masih menguasainya. Silat ini pada masa penjajahan dikuasai oleh haji sahaq, M. Yamin dan orang-orang seperguruan mereka. Silat ini memiliki karakter gerak tubuh direndahkan dengan wajah menunduk, karena sikapnya lebih pada penyerangan kaki lawan. Gerakannya pun sangat sensitif, lebih pada melirik tajam daripada melihat langsung mata lawan. Karakter unik inilah yang menjadi daya tarik silat bintit.
1 Musik dan Tari Dambus, Masyarakat Bangka Belitung biasanya menghibur diri atau menimbulkan keinginan untuk berdincak ( joget ), dincak dambus inilah yang akhirnya dinamakan tari dambus, kemudian berkembang menjadi bedincak bedaek, menggambarkan keunikan tradisi daerah yang indah dan eksotik.
1 Silat / Pencak Kedidi, seni bela diri tradisional pulau Bangka ini juga sudah hampir punah karena dikuasai oleh beberapa orang tua saja. Silat Bintit dalam sejarah kecamatan mendo barat silat Kedidi diperlihatkan oleh bapak kamarulzaman pada tahun 2007 yang hampir berusia 90 tahun dan meninggal pada pertengahan 2013 disampaikan olehnya kalau silat kedidi tersebut ia pelajari dari Abdul latief dari Mendo Barat pada jaman penjajahan Belanda. Silat kedidi berkarakter tubuh direndahkan dan lebih mengandalkan kekuatan kaki, olah gerak tangan dan keterampilan tubuh.
Kesimpulan dan Saran
Keragaman akan seni budaya yang dimiliki Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sekarang sudah semestinya kita berbangga, maka sudah selayaknya bagi masyarakat negeri ini untuk melestarikan dan menjaga ragam seni budaya yang ada. Karena kalau bukan kita, siapa lagi...? Juga tidak lupa mari kita panjatkan puja dan puji syukur kita kehadirat Tuhan Maha Esa yang telah memberi kesehatan dan keselamatan pada kita sebagai masyarakat Bangka Belitung yang memiliki cipta rasa tinggi dan sebagai negari yang berbudi luhur. Sebagaimana yang telah dikaruniakannya kepada masyarakat kita, yaitu sebuah daya kreatifitas tinggi yang diciptakan mulai dari nenek moyang kita hingga generasi muda sekarang. Telah banyak berbagai adat istiadat serta ragam seni budaya yang menjadikan neegeri ini memiliki kekayaan atribut serta kepribadian istimewa dimuka dunia.
Pada kesimpulannya, nilai budaya, seni, busana adat dan perbedaan istiadat antar suku diserahkan kepada kebijakan masing-masing masyarakat, tetua adat dan pemerintah setempat dipersilahkan membuat ketentuan dan ideologi masing-masing, pada akhirnya semua budaya tersebut adalah budaya indonesia. Akhirnya azas melayu berupa pembekalan pada generasi muda agar bisa menetralisir masuknya pengaruh teknologi modern tapi tidak membatasi bentuk dari teknologinya.
Berbicara masalah ragam seni budaya yang ada di Indonesia pasti tidak akan pernah ada habisnya. Mengingat begitu banyaknya ragam seni budaya yang terdapat mulai dari Sabang sampai Merauke serta pulau-pulau kecil di Indonesia dengan berbagai macam suku bangsa yang semuanya memiliki ragam seni budaya masing. Tapi semua terangkum menjadi satu yaitu sebuah ragam seni budaya yang ber- BINEKA TUNGGAL IKA dengan menunjukkan adat ketimuran dan berazaskan Pancasila.
Demikian kesimpulan dari persentasi ini. Dengan segala kekurangan yang ada kami mengucapkan wassalamualaikum wr wb, dan terima kasih.
Saran
Setelah menyelesaikan karya tulis ini semoga dapat berguna bagi saya dan teman-teman, juga masyarakat Bangka Belitung agar dapat menanamkan kecintaan terhadap sesama, kepada alam sekitar, seni, budaya, tradisi, serta menumbuhkan semangat persatuan dan kesatuan. Disamping itu dengan adanya tulisan ini saya berharap pembaca dapat mengembangkan dan melestarikan seni dan budaya, dan tentu saja dapat merumuskan karya tulis lebih baik daripada karya tulis yang saya buat ini.
Rekomendasi
Azas melayu Bangka Belitung berupa pembekalan pada generasi muda agar bisa menetralisir masuknya pengaruh teknologi modern walau tidak dibatasi bentuk dari teknologinya.
Referensi :
1. http://www.babelprov.go.id/content/letak-geografis. di download tanggal 29-12-2013 pukul 12:53 WIB.
2. Buklet pesona Bangka Belitung, terbitan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
5. Pengetahuan yang didapat saat mengikuti DIALOG BUDAYA MELAYU, Pekanbaru Riau, 3 - 5 Desember 2013 dan Orasi Ilmiah oleh :
a. Tengku Nasaruddin Said Effendy, lahir 9 november 1936 di dusun Tanjung Malim, Desa Kuala Panduk, Pelalawan.
b. Taufik Abdullah, lahir 3 Januari 1936, lulusan UGM fakultas Sastra dan Kebudayaan, dan Kepala Bagian Umum Majalah Ilmu Pengetahuan ( Biro MIPI ) tahun 1962-1963 dan peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ( LIPI )
c. Sangkot Marzuki, lahir di Medan, Sumatera Utara, 2 Maret 1944, Direktur Lembaga Eijkman sejak 1992. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ( 1968 ), Universitas Mahidol, Bangkok, Thailand ( M.Sc.,1971 ) dan Universitas Monash, Australia ( Ph.D.,1976 ).
Penulis,
Mohamad Agus
NIM : 2015913
Tidak ada komentar:
Posting Komentar